Sejarah Kaledo
Kaledo: Makanan Tradisional Provinsi Sulawesi Tengah |
Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti waktu terciptanya kaledo. Hidangan kaledo diketahui sebagai masakan khas yang dibuat oleh suku Kaili, penduduk daerah Donggala dan Palu. Kaledo berkembang seiring dengan terbentuknya budaya-budaya orang Kaili. Hingga saat ini, tidak diketahui alasan penggunaan kaki sapi. Namun, menurut pernyataan Jamrin Abubakar, suku Kaili merupakan masyarakat agraris yang bergantung dengan alam. Selain bertani, suku Kaili juga beternak sapi. Hal ini terlihat dari banyaknya penggunaan sapi sebagai bahan makanan dan alat transportasi. Ketersediaan hewan yang melimpah di Lembah Palu juga disebabkan oleh kondisi geografisnya. Menurut Fadly Rahman, kondisi geografis Lembah Palu yang didominasi perbukitan dan hutan merupakan habitat yang sesuai bagi pertumbuhan berbagai populasi hewan liar maupun hewan ternak.
Menurut Jamrin Abubakar, terdapat cerita rakyat yang mengisahkan asal usul Kaledo. Cerita rakyat tersebut telah beredar luas di masyarakat. Cerita rakyat tersebut mengisahkan seorang dermawan yang membagikan potongan-potongan sapi. Orang Jawa datang pertama kali di tempat penyembelihan dan mengambil daging sapi. Daging tersebut diolah oleh orang Jawa menjadi sate dan bakso. Selanjutnya, orang Makassar datang untuk mendapatkan daging sapi, tetapi daging sapi telah habis dibagi-bagikan. Akhirnya orang Makassar mengambil jeroan sapi yang kebetulan tidak ada yang berminat mengambilnya. Isi perut sapi tersebut diolah menjadi Coto Makassar yang merupakan makanan khas etnis Makassar. Kemudian orang Kaili datang, tetapi daging dan jeroan telah habis. Agar tidak mengecewakan keluarga yang menunggu di rumah, orang Kaili mengambil tulang-tulang yang tersisa dan mengolahnya menjadi Kaledo.
Selain itu, terdapat pula sejarah yang mendukung pernyataan bahwa wilayah Donggala dan Palu memiliki ketersediaan hewan ternak yang melimpah. Kedatangan kongsi dagang Kerajaan Belanda, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), mengakibatkan perubahan wilayah Kerajaan Banawa di Sulawesi Tengah menjadi wilayah administratif Kabupaten Donggala. VOC menjadikan Donggala sebagai pusat perdagangan berbagai komoditas seperti kopra, damar, kemiri, dan juga ternak. Hewan-hewan ternak utamanya adalah babi dan sapi. Oleh karena pesatnya peternakan di Donggala, kabupaten ini ditetapkan sebagai penyalur ternak ke Indonesia bagian timur. Selain Donggala, lokasi perniagaan sapi yang terkenal pada masa itu adalah di daerah Lembah Palu. Catatan sejarah tersebut menguatkan alasan penggunaan sapi dan babi sebagai bahan dasar makanan Kaledo karena ketersediaannya yang melimpah. Namun, masuknya ajaran Islam pada abad ke-16 menyebabkan babi tidak lagi digunakan pada masakan-masakan di daerah Sulawesi. Bahan khas lain yang digunakan untuk membuat Kaledo adalah asam jawa mentah dan cabai rawit. Penggunaan asam jawa dalam masakan dipengaruhi oleh para pedagang India yang singgah di Indonesia. Orang Gujarat memperkenalkan penggunaan buah asam melalui resep kari dan gulai.
Komentar
Posting Komentar