Faktor Penentu Kebiasaan Pangan
Makan merupakan suatu kegiatan yang identik dengan kebiasaan seseorang. Kebiasaan makan setiap orang dapat berbeda-beda. Kebiasaan konsumsi makanan dapat dipengaruhi berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor eksternal maupun internal. Beberapa faktor penentu kebiasaan pangan adalah:
1. Agama
Setiap agama / kepercayaan memiliki beberapa larangan atau batasan untuk mengonsumsi suatu makanan. Hal itu tentu akan memengaruhi kebiasaan makan penganut agama tersebut. Contohnya, penganut agama Islam tidak mengonsumsi daging babi karena bahan pangan tersebut tergolong tidak halal menurut ajaran agama Islam. Contoh lainnya yaitu penganut agama Hindu tidak mengonsumsi sapi karena menurut ajaran agama Hindu, hewan sapi dianggap suci.
2. Ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang akan memengaruhi kebiasaan makan karena keadaan ekonomi akan berhubungan dengan daya beli terhadap suatu makanan. Individu dengan keadaan ekonomi yang 'makmur' memiliki daya beli yang lebih besar terhadap berbagai macam makanan sehingga pola makannya lebih baik daripada individu dengan keadaan ekonomi yang kurang mampu.
3. Suku
Suku seseorang akan memengaruhi kebiasaan makan. Setiap suku memiliki tradisi yang berbeda-beda pada saat makan. Sebagai contoh, kebiasaan makan orang Cina dengan orang Korea berbeda. Perbedaan yang dimaksud dapat dilihat dari boleh atau tidaknya mengangkat mangkuk saat makan. Bagi orang Korea, saat makan tidak boleh mengangkat mangkuk karena tidak sopan. Namun, bagi orang di Cina, mengangkat mangkuk dianggap sopan.
4. Lingkungan Keluarga
Faktor keluarga merupakan salah satu faktor penentu yang sangat menentukan kebiasaan makan seseorang. Ajaran dan didikan yang diberikan dari sejak kecil akan memengaruhi kebiasaan makan. Selain itu, pemilihan menu makanan juga dapat dipengaruhi. Contohnya, ada keluarga yang membiasakan anaknya untuk mengonsumsi buah dan sayur. Namun, ada juga keluarga yang terbiasa mengonsumsi makanan-makanan olahan. Lingkungan juga dapat memengaruhi kebiasaan makan.
5. Geografis
Kondisi geografis berkaitan dengan ketersediaan bahan pangan dan kemudahan untuk memperolehnya. Sebagai contoh, masyarakat yang tinggal di dekat laut cenderung mengonsumsi ikan sebagai lauk karena ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan bahan pangan tersebut. Lain halnya dengan masyarakat yang tinggal di dekat hutan. Masyarakat yang tinggal di dekat hutan cenderung mengonsumsi daging (dari binatang buruan).
6. Kebutuhan Khusus
Kebutugan khusus berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang. Bagi penderita lactose-intolerant akan menghindari konsumsi susu. Bagi penderita diabetes tentu akan menghindari makanan dengan kandungan gula dan karbohidrat yang tinggi. Selain itu, orang yang menderita alergi tertentu akan menghindari makanan tertentu yang dapat memicu alerginya.
7. Pendidikan
Pendidikan akan memengaruhi pengetahuan seseorang terhadap suatu makanan. Individu dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi tentu akan lebih mengerti mengenai kebersihan makanan. Oleh karena itu, mereka lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang mereka konsumsi dan menjaga kebersihan.
8. Usia
Usia seseorang tentu akan memengaruhi kebiasaan makan karena berhubungan dengan kemampuan mencerna makanan. Bayi akan mengonsumsi susu atau bubur yang mudah untuk ditelan dan dicerna. Contoh lainnya adalah kebiasaan makan lansia. Pada orang lanjut usia, konsumsi makanan keras dihindari karena terjadinya penurunan kemampuan mengunyah dan menelan.
9. Teknologi
Semakin tinggi teknologi, maka semakin banyak makanan yang dapat diciptakan dan diolah. Contohnya adalah gastronomi molekuler. Pada gastronomi molekuler dapat dibuat suatu produk pangan artfisial seperti kaviar buatan.
10. Kesejahteraan
Semakin tinggi tingkat kesejahteraan, maka seseorang cenderung lebih memilih makanan yang lebih higienis, lebih enak, dan lebih bermutu.
11. Kepercayaan / Takhayul
Beberapa kepercayaan / takhayul juga memengaruhi kebiasaan makan seseorang. Contohnya, ada kepercayaan bahwa dengan mengonsumsi cula badak, seseorang bisa menjadi sakti.
Kebiasaan yang dilakukan terus menerus dan diwariskan secara turun-temurun akan menjadi budaya. Pada daerah tertentu, kebiasaan untuk mengonsumsi makanan tertentu yang diwariskan turun-temurun dapat membentuk suatu makanan tradisional yang menjadi budaya. Oleh karena itu, budaya dan makanan akan saling memengaruhi satu sama lain.
Komentar
Posting Komentar